Monday, September 12, 2005

Air tebu Jembatan Besi

Sama seperti pondok pisang goreng, dalam setiap waktu senggang kami setiap sore, kami sering menghabiskan waktu dipondok-pondok air tebu di sekitar Jembatan Besi. Pondok di ujung jembatan ditepi sungai adalah favorit kami. Tidak ada yang istimewa dengan air tebu di Meulaboh ini, sebenarnya. Tebunya adalah tebu hijau muda, dengan ruas yang panjang-panjang dan batang yang diameternya bisa lebih dari lima sentimeter. Airnya berwarna kehijauan, yang akan tetap kehijauan dan tidak berubah menjadi gelap setelah terkena udara. Pasangan air tebu adalah payeh, yaitu beras ketan yang diberi santan, dibungkus dengan daun pisang muda dan dipanggang dibara api. Rasanya mengesankan. Pasangan air tebu lainnya – ini agak ganjil bagi kami dan bagi orang luar Meulaboh lainnya – kerupuk kulit sapi atau kerbau. Cukup aneh, karena makan kerupuk kulit justru membuat haus, sementara minum air tebu dingin adalah untuk menghilangkan dahaga yang mendera karena panas. Tetapi kenyataannya, justru kami menyukai makan kerupuk kulit sebagai kawan minum air tebu. Saya dan Juanto bisa menghabiskan dua gelas masing-masing pada cuaca yang panas terik.

Menikmati air tebu Jembatan Besi Meulaboh

Bukan cuma kami, orang-orang asingpun kami temui juga menyukai minum air tebu. Jamie juga. Pertama kali ke pondok air tebu setelah main bola melawan Mercy Corps dengan kekalahan yang memalukan, pemain bola dan supporternya singgah ke pondok air tebu. Kehausan, gelas kosong terus minta diisi. “Good sugarcane juice”, kata Jamie. “Never drink stuff like this before.” Tentu saja, minuman seperti ini tidak ada dinegara seperti negara dia.
Cara memerasnya tidak pakai mesin. Tebu yang dipotong pendek-pendek, kira-kira 50 – 60 sentimeter setelah dibersihkan dari kulit luarnya dengan cara dikikis dengan pisau atau parang, dijemur di panas matahari supaya lunak dan alot. Baru kemudian dicuci dan diperas. Pemerasnya berupa kayu yang dibentuk sedemikian rupa dengan bagian bawah yang tidak bergerak, dan sepotong kayu lainnya yang akan menjepit tebu. Tenaga pijakan berasal dari kaki pemijaknya. Air tebu keluar melalui ujung kayu bagian bawah, melalui saringan dan berakhir di tempat penampung. Setelah dikasih batu es, nikmat sekali untuk diminum.
Di bulan puasa, penjual air tebu lebih banyak lagi. Selain yang biasa, juga bermunculan penjual air tebu musiman. Air tebunya dijual dipinggir jalan, dikemas dalam botol-botol berukuran tertentu, yang airnya akan dipindahkan ke kantongan plastik jika ada yang membeli. Harga air tebu tidak termasuk botolnya, tentu saja. Namun kami curiga dengan warna air tebunya yang lebih muda. Walaupun kami tidak pernah membelinya, kami menduga rasanya kemungkinan berbeda dengan air tebu yag biasa kami minum di Jembatan Besi.
Tempat lain yang menjual air tebu yang sering kami kunjungi adalah terletak hampir diluar kota Meulaboh, dijalan yang menuju je Tutut. Tertetak persis dipinggir jalan, pondok-pondok tempat jualan berderet-deret, menjorok kedalam sawah. Tidak air tebu saja yang dijual di tempat tersebut. Kelapa muda, mi aceh, buah-buahan, juga minuman lain yang lebih umum seperti kopi, teh dan juga minuman kemasan. Di beberapa kedai pisang goreng juga ada. Tempatnya gersang tanpa pepohonan, tetapi udaranya sejuk berangin. Duduk didalam ruangan yang hanya berdinding setengah, dengan pemandangan sawah dan lalu lintas yang lalu lalang, dengan udara semilir sangat cocok untuk menghabiskan waktu sore-sore. Banyak juga yang pasangan abg yang menjadikan tempat ini untuk pacaran.

No comments: