Thursday, September 01, 2005

Jamie Ashe dan motor

Motor yang seharusnya menyelesaikan masalah transportasi bagi Jamie, hampir menjadi seperti kutukan bagi dia. Pada awalnya, proses mengendarai motor – yang ini adalah type pakai kopling – hampir mirip dengan proses mengendarai kuda liar. Setiap kali mengerem, motor mati. Dengan kakinya yang panjang, dia mendorong mengayuh sepeda motornya, menghindari hambatan bagi kenderaan di belakang dia. Bisa dibayangkan, dalam cuaca panas terik seperti di Meulaboh, mengendarai sepeda motor bagi Jamie membuatnya basah kuyup dengan keringat.
Motor tersebut tiba sekitar bulan Juni 2005. Bermerek Yamaha, type YT115, dengan ban cangkul. Tiga motor adalah untuk Watsan, yang rencana Ross dua unit untuk teknisi yang bertugas di lapangan, satu unit untuk kami yang bekerja di laboratorium. Karena Ross tidak ada pada waktu itu – dia harus keluar dari Indonesia untuk memperpanjang Visanya setiap bulan – satu unit kami ambil, satu unit kami kasih ke Seno, dan satu unit lagi kami putuskan untuk dititipkan pada Jamie. Jadi, selepas makan malam kami antar motor tersebut ke Guest House no 4, tempat Jamie tinggal.
Saat kami sampai, Jamie sedang nonton televisi. Dengan segera kami menuju ke halaman tempat kedua sepeda motor diparkir. Dengan antusias Jamie mengamati setiap bagian sepeda motor, menanyakan fungsi dan fiturnya, bahan bakar, dan lain-lain. Saatnya untuk merayakan datangnya sepeda motor, kaja Jamie. Kami sepakat untuk keluar untuk minum jus dan makan mi aceh. Saya berboncengan dengan Juanto berangkat duluan, Jamie seharusnya menyusul. Tetapi, dia tidak muncul-muncul. Setelah beberapa menit menunggu, kamipun balik ke Guest House no 4, hanya untuk mendapati Jamie sedang sibuk mengengkol. Motor mati setiap dia memasukkan gigi 1 dan melepaskan kopling untuk berangkat. Keringat sudah mengucur dengan deras, tanpa hasil yang berarti. Baru kami sadari dia belum terbiasa dengan motor berkopling seperti yang beredar di Indonesia. Perlu waktu untuk membuat Jamie terbiasa dengan cara melepaskan kopling yang tidak menyebabkan mesin mati. Jalan beberapa puluh meter, mati lagi saat mengerem. Dayung dengan kaki ke pinggir, engkol lagi, jalan lagi, kemudian mati lagi. Tak heran sesampainya di warung mi aceh yang kami tuju, bajunya sudah kuyup oleh keringat.
Beberapa hari kemudian, kondisi motor menjadi compang camping. Setangnya miring, speedometer nyaris lepas, kaca lampu depan hampir lepas dari batoknya. Informasi Jamie, dia menabrak tiang pagar Guest House pada saat mau keluar. Dianya sendiri tidak apa-apa.
Rosspun hampir sama dengan Jamie gayanya naik motor. Walaupun tidak separah Jamie, gaya mengemudi yang kaku meliuk-liuk dikeramaian sungguh berbahaya, apalagi untuk kondisi lalu lintas Meulaboh yang cukup ramai oleh kenderaan roda dua.
Membonceng Jamiepun bukan hal yang mudah. Dengan postur tinggi besar, sepeda motor seperti terjungkit oleh keberatan beban di belakang, ditambah lagi dengan kedua tangannya yang memegang bahu kita dengan kuat. Jalan mesti cukup pelan untuk mengantisipasi berbagai hal yang tidak diinginkan.
Tambah lama Jamie tambah mahir bersepeda motor, tentu saja. Tetapi kemudian, motor tersebut lebih banyak dibawa Ross kemana-mana, walaupun mereka tinggal ditempat yang sama. Jamie lebih suka jalan kaki kalau diluar jam kerja, atau pakai mobil, kalau dalam jam kerja. Lebih aman, katanya.

No comments: